PPP: Figur Eksternal Jadi Ketum? Tradisi Partai Dipertanyakan

Admin

30/05/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, Liputanku – Ketua Mahkamah Partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ade Irfan Pulungan, menegaskan bahwa dalam sejarah PPP, belum pernah ada figur eksternal yang langsung menduduki posisi ketua umum.

Pernyataan ini disampaikan oleh Irfan sebagai respons terhadap mencuatnya sejumlah nama dari kalangan di luar partai yang santer disebut-sebut akan diusung sebagai ketua umum PPP.

“PPP, sejauh ini, belum memiliki catatan sejarah atau tradisi yang mana pucuk pimpinan diisi langsung oleh orang luar, figur eksternal yang langsung menjabat sebagai ketua umum. Prosesnya selalu berasal dari internal PPP,” ungkap Irfan kepada Liputanku, Selasa (27/5/2025).

Menurut pandangan Irfan, wacana mengenai figur eksternal ini muncul sebagai konsekuensi dari situasi partai setelah Pemilu 2024.

Saat ini, PPP tidak lagi memiliki perwakilan di DPR RI, dan juga tidak mendapatkan alokasi kursi di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Kondisi PPP pasca Pemilu 2024 inilah yang menjadi pemicunya. Publik menyadari bahwa PPP tidak lagi memiliki kursi di parlemen, dan kader PPP juga tidak masuk dalam jajaran kabinet Prabowo-Gibran. Akibatnya, berbagai aspirasi bermunculan dari akar rumput, dari kader, DPC, wilayah, bahkan dari para senior,” jelasnya.

Irfan mengakui adanya desakan untuk menghadirkan tokoh-tokoh berpengaruh dari luar partai dengan tujuan meningkatkan kembali elektabilitas PPP.

Namun, ia menegaskan bahwa untuk menjadi ketua umum PPP, seseorang harus melewati serangkaian proses dan mekanisme yang sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

“Berproses di sini artinya, calon tersebut harus terlebih dahulu masuk ke dalam struktur partai, menjadi bagian dari kepengurusan partai, baik di tingkat wilayah maupun di DPP. Salah satu persyaratan untuk menjadi ketua umum adalah pernah menjabat sebagai pengurus minimal selama satu periode, yang umumnya berdurasi lima tahun,” kata Irfan.

Irfan berpendapat bahwa proses internal ini sangat krusial agar calon pemimpin benar-benar memahami budaya, sistem, dan tradisi PPP sebagai partai yang memiliki sejarah panjang, berbasis Islam, dan merupakan hasil fusi dari empat partai Islam.

“PPP adalah partai yang sarat akan tradisi yang telah digariskan sejak awal pendiriannya. Oleh karena itu, kami meyakini, seperti halnya partai-partai lain, bahwa merekrut pihak eksternal untuk langsung memimpin partai bukanlah langkah yang serta-merta diambil,” tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy atau Rommy, menyebutkan bahwa ada sejumlah tokoh di luar partai yang dinilai memiliki kapasitas untuk memimpin PPP.

Tokoh-tokoh tersebut antara lain mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, hingga mantan Kepala Staf Angkatan Darat, Dudung Abdurachman.

Menurut Rommy, kehadiran sosok pemimpin yang luar biasa sangat diperlukan untuk mengantarkan PPP kembali meraih kursi di DPR pada Pemilu 2029 mendatang.

"Saya berupaya sekuat tenaga agar partai ini dapat kembali ke Senayan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut sangat berat, mengingat sejak tahun 1998 belum ada satu pun sejarah yang mencatat partai yang terlempar dari Senayan berhasil kembali," ujar Rommy.

"Oleh karena itu, dibutuhkan *extraordinary power* dan *extraordinary leader* untuk memimpin PPP. Saya berusaha membujuk banyak tokoh yang saya nilai memiliki kemampuan, baik karena ketokohannya," lanjutnya.

Nama-nama tersebut pun ia konsultasikan kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).

Hasilnya, nama Amran dinilai memiliki kemampuan untuk memimpin PPP.

"Salah satu alasan mengapa nama Pak Amran semakin menguat adalah karena Pak Jokowi memahami betul kualitas dan totalitas Pak Amran jika diberikan sebuah amanah," pungkas mantan ketua umum PPP tersebut.